episode sebelumnya...
Pukul 8 pagi bus yang saya tumpangi berangkat dari Tokyo menuju Kyoto. Waktu itu saya semakin tidak sabar, ketika menginjakkan kaki pertama kali di Jepang saja saya sudah bahagia sekali, apa lagi kalau sampai di Kyoto, kota impian saya. Dalam perjalanan Tokyo-Kyoto saya bisa menikmati pemandangan Jepang yang lain, melihat pegunungan dan desa-desa kecil. Rasanya ingin sekali bisa berkunjung ke desa-desa tersebut. Kalo di jepang mah, dimana-mana bawaannya pengen semua.
Pukul 8 pagi bus yang saya tumpangi berangkat dari Tokyo menuju Kyoto. Waktu itu saya semakin tidak sabar, ketika menginjakkan kaki pertama kali di Jepang saja saya sudah bahagia sekali, apa lagi kalau sampai di Kyoto, kota impian saya. Dalam perjalanan Tokyo-Kyoto saya bisa menikmati pemandangan Jepang yang lain, melihat pegunungan dan desa-desa kecil. Rasanya ingin sekali bisa berkunjung ke desa-desa tersebut. Kalo di jepang mah, dimana-mana bawaannya pengen semua.
Saya tipe orang yang mabuk naik bus, bisa bertahan maksimal 3 jam, tapi dalam perjalanan ini saya merasa aman. Mungkin karena busnya nyaman, jalannya mulus, atau juga karena pemandangannya yang mengalihkan jurus mabuk saya. Yang jelas, saya menikmati perjalanan ini.
Berbeda dengan bus jarak jauh di Indonesia, di Jepang kita akan berhenti 3 sampai 4 kali di rest area dalam perjalanan. Masing-masing diberi waktu 30 menit, bisa untuk makan atau buang air. Seandainya hanya berhenti satu kali seperti di Indonesia, mungkin bisa sampai lebih cepat.
Perjalanan alhamdulillah lancar sampai akhir. Eh gak deng, malah lucu menjelang akhir. Jadi bus ini pemberhentian terakhirnya di Osaka. Beberapakali sudah berhenti di beberrapa stasiun yang dilewati, tinggal stasiun Kyoto lalu terakhir Osaka. Sialnya, ketika sampai di stasiun Kyoto, saya lengah dan lupa turun. Akhirnya saya terus di dalam bus sampai Osaka. Tidak sempat panik, saya justru menertawakan diri saya sendiri (misuk-misuh saya). Singkat cerita, saya sampai di Osaka.
Bingung karena tidak punya persiapan apa-apa untuk Osaka. Sebelum memikirkan apa yang akan dilakukan selanjutnya, saya mencari mini market untuk membeli minuman. Mencari wifi gratis di taman (di Jepang biasanya sangat mudah untun mendapatkan wifi gratis) sembari menyiapkan rencana dadakan. Hari mulai gelap, saya putuskan untuk pergi ke daerah Dotonburi. Lagi-lagi ini karena saya ingat saran dari Alek, kalau ke Osaka salah satu objek yang ramai dikunjungi adalah daerah Dotonburi, di papan iklan Glico.
Dari Stasiun Osaka saya menuju ke stasiun Namba, kemudian berjalan menuju daerah Dotonburi. Di sini saya sempat kesulitan mencari papan iklan Glico. Sambil mencari saya bisa menikmati suasana malam melewati sungai dan jembatan yang ada di situ, sehingga tidak begitu terasa lelah.
Begitu ketemu, ternyata benar, lokasi ini puaaaling rame sendiri. Semua bahasa terdengar, malah tidak ada yang berbicara bahasa Jepang, semua wisatawan. Sebagian besar dari Asia, seperti Korea, China, dan Indonesia tentunya. Puas menikmati malam di Dotonburi, dari sini saya kembali ke stasiun Osaka, di sini saya mencari jalur untuk ke Kyoto. Di Osaka saya tidak punya tempat bermalam, jadi saya tetap harus ke Kyoto. Dan juga karena saya sudah booking hostel di Kyoto untuk malam ini.
Sekitar pukul 10 malam saya berangkat dari Osaka menuju Kyoto. Sampai di stasiun Kyoto, saya tidak membuang-buang waktu, langsung menuju ke hostel. Saya menuju ke stasiun Uzumasa, stasiun terdekat dengan hostel yang saya booking. Sialnya nih, ini sial lagi... saya lupa kalau untuk check in ada batas waktunya. nah di hostel yang saya pesan ini waktu check in-nya dari jam 2 siang sampai jam 9 malam. Saya sampai di sana hampir jam 1, jadi kalau mau check ini akan kena biaya tambahan. Waktu itu tambahannya harus membayar hampir 3 kali lipat dari harga normal. Wah karena merasa rugi dan saya juga sudah berusaha minta keringanan tapi tidak bisa, akhirnya saya ikhlaskan. Saya memilih untuk bermalam di stasiun, kemudian besok menuju ke tempat host saja.
Saya sangat senang akhirnya bisa sampai di Kyoto, saya juga sedih karena kok sial lagi. Kyoto memberikan sambutan yang nakal. Malam pertama di Kyoto pun saja nikmati dengan bermalam di Stasiun. Tapi justru hal-hal seperti ini yang bisa menjadi cerita.
0 Comments