Pameran Jayengtilam Museum Sonobudoyo

Beberapa waktu lalu, eh suda lama si, baru sempat aja mau nulis. Gatau tiba-tiba muncul lagi hasrat untuk menulis catatan harian (paling juga seminggu dua minggu malas lagi). Dan karena belum ada bahan yang menarik, saya cari bahan-bahan lama aja.


Kapan hari saya diajak sama teman-teman kuliah buat main ke pameran di Museum Sonobudoyo. Selain untuk menikmati pameran, sekalian ngumpul-ngumpul bareng. Katanya ada pameran wayang-wayangan. Kebetulan juga tema pamerannya ada irisannya sama latar belakan pendidikan kami dulunya. Walopun sampe sana juga saya tidak begitu mengerti wkwk

Kemarin itu, Museum Sonobudoyo gelar acara pameran yang bertajuk “Jayengtilam, Sastra Lisan, dan Pembentukan Identitas Lokal”. Katanya pameran ini tu pameran tahunan atau kerennya disebut Annual Museum Exhibition (AMEX).

Sejauh yang bisa saya pahami, pameran ini mengangkat atau memamerkan kejayaan berbagai macam tradisi lisan yang hidup di masyarakat. Mengusung salah satu nama Panji yakni Jayengtilam (yang tidak saya tau, saya juga taunya dari acara ini) yang memiliki arti jaya di peraduan. Jadi tu pameran ini seakan menampilkan atmosfer atau membawa ruh dari manifestasi sastra lisan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk koleksi-koleksi museum. Ada wayang, topeng-topengan, senjata tradisional dll

Pameran Jayengtilam ini menunjukkan bukti dari pewarisan budaya lokal, khususnya Jawa, masih terus lestari dan terus diturunkan ke generasi selanjutnya. Ya mungkin juga sadar atau tidak masih sering muncul di sekitar kita, tradisi lisan, mitos, legenda urban, sampe cerita tentang mitos suatu tempat.

Begitu masuk ke dalam ruangan pameran, akan ada beberapa ruangan yang menampilkan pameran dengan tema yang berbeda-beda pada setiap ruangannya. Jadi, dalam pameran Jayengtilam ini ada 7 ruangan dengan masing-masing isi pameran yang berbeda. Ruangan-ruangan itu isinya Wayang Beber Panji, Topeng berbagai macam ekspresi, Mitos dan Spiritual, Senthong (rumah Jawa), Ratu di Jawa Selatan, Batik, hingga yang terakhir terdapat Astabrata.

Sesekali memang menyaksikan atau lebih tepatnya mengunjungi pameran seperti ini ternyata seru juga. Kita menjadi lebih sadar akan pentingnya tradisi lisan yang mungkin selama ini kita anggap sepele. Hanya sekedar dongeng turun-temurun dari nenek moyang kita. Padahal mitos, dongeng maupun cerita rakyat tersebut merupakan tradisi yang memiliki nilai luhur. Sehingga kita perlu tahu, dan akan lebih baik jika memahami nilainya.


Tapiii… sayang materi yang dipamerkan hanya sebatas tradisi sastra lisan lokal wilayah Jawa. Mungkin karena pamerannya diadakan di Jawa (Jogja lebih tepatnya). Saya punya harapan kedepan jika ada pameran dengan tema serupa, semoga mencakup wilayah yang lebih luas. Apalagi banyak tradisi sastra lisan di luar Jawa yang tidak sepopuler di wilayah Jawa. Dan ada kemungkinan punah.

Misal kalo ada pameran yang mengangkat tema tradisi lisan Nusantara, mau tidak mau akan mencari berbagai mitos, dongeng hingga cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan begitu mitos dan cerita rakyat yang sebelumnya hanya mengendap di daerahnya masing-masing, akan terangkat dan dikenal oleh masyarakat luas.

Ya paling tidak, kalo misalnya bukan pameran berskala Nasional, Dinas Kebudayaan masing-masing daerah, adain lah pameran kecil yang skalanya lokalan aja. Tujuannya ya untuk panjang umur.

Okee.. setelah saya dan teman-teman selesai dari pameran di Museum Sonobudoyo, kami pindah ke alun-alun utara Jogja. Kebetulan museum Sonobudoyo lokasinya berdampingan dengan alun-alun utara. Di sana kami leren, istirahat sambil makan, trus pulang.

Apa lagi ya? itu aja sih paling, aktivitas saya pas mengunjungi pameran Jayengtilam di museum Sonobudoyo.

Yang mau liat dokumentasinya bisa di sini: Pameran JAYENGTILAM | Museum Sonobudoyo

Post a Comment

0 Comments