Berminggu Tenang Ria, PART I: Gunung Api Purba

Wibawa, Delta, saya, Uwik, Ari, Endra, Runy, Alek
Mirza yang motoin
Yooooii baru abis trip lagi nih, sudah dua hari yang lalu, pegelnya masih terasa sampai sekarang. Tapi tidak apa-apa, sebanding dengan kepuasan yang saya peroleh. Sudah sejak seminggu yang lalu kampus UNY dalam masa minggu tenang ria. Saya justru tidak merasa kalau itu minggu tenang, karena banyak tugas yang numpuk men, apa lagi saya dan Spartan harus mempersiapkan drama untuk ujian Sprechfertigkeit III, saat minggu tenang malah tidak bisa tenang. Nah tanggal 28 kemarin semua persiapan sudah beres, jadi tanggal 29nya saya bersama teman-teman berencana main sekaligus refreshing menjelang ujian, walaupun sebenarnya sekarang masih tinggal satu sih tugasnya.

Dua hari yang lalu, Sabtu tanggal 29 Desember saya bersama Alek, Ari, Mirza, mba Runy, mba Uwik, Endra, mas Delta, dan Wibawa/Liteng Huang *temen dari China nih* berpetualang ke dua tempat sekaligus, Gunung Api Purba Nglanggeran dan Pantai Somandeng Wonosari. Pukul 07.00 kami semua berkumpul di C15 FBS UNY dan sekitar jam 8-an kami berangkat menuju tempat pertama yaitu Gunung Api Purba. Satu jam perjalanan sampai akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Tapi sebelum kami menuju loket tiket, kami mampir di warung yang ada di dekat situ dulu, untuk membukungkus bekal makanan. Semua belum sarapan soalnya pas kesini, nah nanti makan bersama di puncak.

Makanan selesai dibungkus, kalau minum memang sudah disiapkan sebelum berangkat. Berikutnya membeli tiket. Pertama kali saya ke sini bersama Spartan, harga tiket masuk ke tempat wisata Gunung Api Purba ini masih Rp. 3.000/orang, sekarang udah naik menjadi Rp. 4.000/orang. Setelah mendapatkan tiket, kami memulai pendakian, medan yang sekarang lebih sulit karena sedang musim hujan. Jadi jalur pendakiannya agak licin, sehingga cukup kesulitan bagi Mirza yang sepatunya licin, Liteng Huang yang mungkin ketika di China jarang main seperti ini, dan mba Uwik mba Runy yang naik ke puncak memakai jeans -__- Kalo saya, Alek, Ari, Endra, dan mas Delta sih tidak ada masalah, persiapannya pas.

Menuju puncak pertama
Dalam perjalanan menuju puncak pertama, belum ada kendala yang berarti, jalannya sudah dibikin tangga semen -_- malah seperti naik ke GK1 lantai dua, tidak seperti tracking. Ketika sampai di puncak pertama, tidak banyak ngomong dan tidak banyak gerak, langsung menyantap makanan yang udah dibungkus tadi. Naik gunung belum sarapan, semua merasa lapar Sekali. Makan-makannya nikmat, nyaman sekali suasananya. Baru pertama nih bungkus makanan trus makannya di puncak sambil melihat pemandangan, padahal biasanya makan di PKM. Setelah makan dan tenaga sudah kembali, kami belum lanjut berfoto ria dulu, buat dokumentasi men. setelah itu baru melanjutkan pendakian.

Makan-makan
Setelah ngerasa cukup bermain di puncak yang pertama kamipun ngelanjutin perjalanan ke puncak yang berikutnya, disini Mirza dan Liteng sudah mulai terlihat kesulitan. Seringkali mereka terpleset karena medannya yang cukup licin, begitu juga dengan mba Uwik dan mba Runy. Tapi malah kebanyakan si Liteng Huang (Wibawa *nama Indo*) keplesetnya :D sandalnya super licin soalnya. Dari raut wajahnya kelihatan kalau ini pengalaman pertamanya mendaki seperti ini, tapi dia tetep semangat, soalnya kami bilang sekali- sekali main kaya gini gak apa-apa buat pengalaman.

Sering terpleset, tas si Wibawa sampai putus dan akhirnya tasnya dimasukin ke tas saja aja. Untuk lebih memudahkan dia dalam mendaki, bisa sambil memegang pohon sebagai tumpuan agar tidak jatuh. Sandalnya juga menjadi faktor seringnya dia kepleset, sehingga saya dan Alek menyarankan supaya sandalnya di lepas saja, sandalnya ditaruh di tas Alek. Begitu sandalnya dilepas, lumayan membantu dia dan jarang kepleset.

Melewati banyak halang-rintang, naik-turun, bingung-yakin, dan juga kepleset-nggak, akhirnya kami bisa sampai sampai di puncak tertinggi. Sampai di puncak tertinggi disambut panasnya terik matahari. Sebagian sampai buka baju kaya bule mau jemuran di pantai. Bagusnya mba Runy malah sudah menyiapkan payung dari kos. Tidak tahan dengan panasnya terik matahari, kami tidak terlalu lama berada di puncak itu, dan pindah ke puncak yang satu lagi yang ada tempat berteduhnya, lalu turun. Aku lupa bilang puncak tertingginya tuh ada dua.

Menuruni puncak ternyata lebih sulit dari pada mendaki. Ketika Wibawa audah mulai luput dari nyungsep karena melepas sandal, giliran Mirza, mba Uwik dan mba Runy yang berlomba kepleset, dan mas Delta pun turut ikutan. Rute pulangnya juga berbeda dengan waktu berangkat, kami pulang lewat rutenya Spartan tempo hari yang lebih sulit dan menantang. Walupun turun dengan cukup kesulitan, kami bisa sampai dibawah dengan kondisi yang aman, sehat, serta bokong dan kaki yang penuh lumpur.

Bersih bersih sebentar dan langsung ke tempat berikutnya yaitu Pantai Somandeng.

Untuk cerita di pantai Somandeng saya tulis di postingan berikutnya saja, terlalu panjang kalau digabung. Saya juga ada urusan dulu ini, jadi belum bisa melanjutkan. See You...

Post a Comment

2 Comments